Mengolah Ampas Kopi Jadi Berbagai Produk Bernilai Jual
Selama ini banyak anggapan, ampas apapun, entah itu ampas kecap, tebu, maupun kopi sudah tidak berguna lagi sehingga dibuang. Padahal, ampas kopi contohnya, punya banyak manfaat yang jarang diketahui.
Wiwin Nospitalia, 50, bisa dianggap sebagai pelopor yang memanfaatkan ampas kopi yang diolah menjadi berbagai produk berguna, di antaranya lilin, sabun, aromaterapi dan pupuk. Ketika ditemui VOA, perempuan kelahiran Ciamis itu mengenang gagasan memanfaatkan ampas kopi.
“Teman saya dari komunitas datang. Kenapa dibuang ampas kopinya? Kenapa tidak dibuat lilin, sabun dan lainnya? Nah, dari situlah akhirnya saya waktu itu membuat body scrub (krim penggosok kulit tubuh) dulu, lalu lilin. Akhirnya ruangan jadi wangi kopi. Karena banyak, akhirnya jadi souvenir (cindera mata),” tuturnya.
Usaha Wiwin itu kini berkembang menjadi kursus atau pelatihan membuat berbagai produk dari ampas kopi.
Proyek yang dikenal dengan “zero waste” ini, disambut baik oleh pihak Kamar Dagang dan Industri (Kadin), yang mendukung proyek pemanfaatan limbah menjadi produk yang bernilai jual.
Timmy Rorimpandey, Wakil Ketua Kadin Jakarta Selatan, Bidang Perindustrian dan IKM (Industri Kecil Menengah) menjelaskan, “Proyek zero waste coffee ini merupakan langkah yang sangat positif dalam mendukung upaya lingkungan berkelanjutan dan pengelolaan limbah secara lebih baik. Kami sudah melakukan workshop (lokakarya), para pengusaha kedai kopi kami undang dan kami beri pelatihan, supaya ampas kopi itu tetap bernilai. Jadi tidak mencemari lingkungan, tapi tetap memiliki value (nilai).”
Pertumbuhan kedai kopi di Jakarta sangat cepat. Menurut Timmy, untuk Jakarta Selatan saja terdapat sekitar 200 kedai kopi. Kemudian, bagaimana Wiwin memperoleh ampas kopi?
Salah seorang mitranya, pemilik café, Kopi Bumi, Amalia Lutfiati mengatakan bahwa kedai kopinya setiap hari bisa menghasilkan 3-4 kilogram ampas kopi.
Cafenya juga sering menjadi tempat untuk pelatihan membuat produk dari ampas kopi yang dipandu oleh Wiwin Nospitalia.
“Kebetulan mbak Wiwin itu dengan tim sering mengundang beberapa orang, nah untuk makan paginya memakai tempat dan sajian dari café kami,” tukas Lia.
Wiwin mengatakan, tentu saja ada kemitraan yang saling menguntungkan di antara mereka, pihak kedai kopi juga memperoleh barang-barang hasil produksi dari ampas kopi itu, jelasnya.
“Saya bekerja sama dengan café-café. Misalnya ampasnya saya ambil, lalu mereka tambahkan uang untuk biaya produksi. Nanti saya kembalikan sudah dalam produk siap jual, seperti sabun, lilin, aroma terapi, yang mereka jual di café. Kedua, biasanya dengan masyarakat umum untuk kado dan yang ketiga dengan komunitas dan wedding organizer, biasanya untuk souvenir,” ujar Wiwin.
Salah seorang pengguna sabun dari ampas kopi, Dewi Prihatiningsih mengatakan, seluruh keluarganya menggunakan sabun ini. Alasannya dibuat dari bahan-bahan alami dan menyukai aroma kopi.
“Manfaatnya bagus ya, seperti mengangkat sel kulit yang mati, semacam scrub. Kebetulan kulit mukaku kan agak sensitif ya, aku coba pakai sabun itu ya jerawatku agak berkurang,” akunya.
Bagi mereka yang tidak menyukai aroma kopi yang terlalu keras, kini lilin dari ampas kopi itu dicampuri wewangian, baik dari bunga maupun buah-buahan, seperti mawar dan melati, strawberry, dan lain sebagainya.
Olahan ampas kopi yang semula dianggap tidak berguna itu, kini menjadi berbagai produk dengan nilai jual, sekaligus bermanfaat bagi lingkungan dan menambah penghasilan.
Manfaat ganda ini disyukuri oleh Wiwin Nospitalia yang sebelumnya juga pernah membuat sabun dari garam dan teh. Upaya itu ia lakukan untuk membantu para petani garam dan teh di Jawa Barat. Usaha yang diberi nama West Java Mahakaya itu, bisa mempekerjakan warga setempat sambil memanfaatkan kearifan lokal. [ps/lt]