Tantangan Menuju Indonesia Emas Tahun 2045
Pembangunan pesat di Indonesia, khususnya pembangunan infrastruktur, menjadi perhatian banyak kalangan, termasuk pejabat-pejabat di Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional IMF. Dalam sebuah diskusi yang diselenggarakan di markas Bank Dunia, di Washington DC, pertengahan Agustus lalu, sejumlah pejabat menyoroti kemitraan Indonesia dan Bank Dunia sejak tahun 1968 yang mendorong perkembangan pesat investasi Pembangunan dari US$5 juta hingga mencapai US$9,6 miliar saat ini.
Wakil Presiden Bank Dunia Untuk Wilayah Asia Timur dan Pasifik, Manuela V. Ferro bicara soal bidang-bidang yang kini menjadi fokus investasi di Indonesia.
“Kami mendukung investasi dalam layanan kesehatan, mengurangi mal nutrisi, meningkatkan lingkungan alam, hutan bakau dan hutan dan membantu meningkatkan lingkungan untuk usaha, kami berinvestasi pada ketangguhan dan infrastruktur yang lebih berwawasan lingkungan dan mendukung sektor keuangan dan reformasi fiskal.”
Menteri Keuangan Indonesia Sri Mulyani, yang hadir lewat video-telekonferensi, secara blak-blakan bicara tentang tantangan yang dihadapi, mulai dari pandemi hingga dampak persaingan perdagangan global.
“Kami ingin menjadi negara berpenghasilan tinggi pada tahun 2045. Masa depan pastinya sangat optimistik, tapi kami juga tetap waspada dengan banyak kejutan serta perubahan fundamental seiring waktu, akibat perubahan iklim, teknologi digital, perubahan demografi dan perubahan geopolitik.”
Mempertahankan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, mengurangi kesenjangan sosial, melanjutkan pembangunan infrastruktur, memastikan perlindungan lingkungan hidup dan meningkatkan kualitas SDM adalah sebagian tantangan pelik lainnya, tambah Sri Mulyani.
Pakar studi hubungan internasional SAIS-John Hopkins University, Vikram Nehru, yakin Indonesia mampu mengatasi tantangan-tantangan itu. Ia merujuk pada keberhasilan Indonesia meningkatkan pertumbuhan ekonomi selama tiga dekade terakhir. Termasuk menjaga angka pertumbuhan di atas 5,2 persen per tahun saat ini, ketika negara-negara tetangganya di Asia Tenggara – kecuali Brunei Darussalam – berjuang di kisaran 2-4 persen.
Ekonom Dr. Teguh Dartanto memperingatkan agar tetap hati-hati dalam mencapai target “negara berpenghasilan tinggi,” yang menurutnya merupakan “Impian jangka panjang.”
“Menurut saya kita harus bisa melihat sebenarnya untuk bisa mencapai Indonesia emas menjadi negara berpenghasilan tinggi memang diperlukan pertumbuhan ekonomi sekitar 6,3-6,5 persen per tahun; dari tahun sekarang sampai tahun 2045. Artinya kita perlu memacu pertumbuhan ekonomi kita 6,3 persen.”
Untuk itu ia menyerukan kepada semua pemangku kepentingan untuk fokus pada pembangunan SDM.
“Indonesia tidak akan bisa mencapai ekonomi yang berkelanjutan jika hanya mengandalkan hasil alam, pertambangan, pertanian. Diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas sehingga Indonesia bisa lebih inovatif, kreatif dan bisa meningkatkan produktivitas. Diperlukan peta jalan yang jelas lewat pendidikan yang beralih dari akses pendidikan menjadi akses pendidikan yang berkualitas.”
Dana Moneter Internasional (IMF) mencatat pendapatan per kapita Indonesia pada tahun 2024 adalah US$5.270 per tahun. Sementara Bank Dunia pada tahun 2023 lalu mengkategorikan negara-negara yang masuk kelompok negara berpendapatan tinggi memiliki pendapatan perkapita sedikitnya US$14.005. [my/em]