Target Produksi Minyak 1 Juta Barel di 2030

Ada target ambisius produksi minyak demi memenuhi kebutuhan dalam negeri. Kendati, masih perlu impor sekitar 1 juta BOPD.

NUSANTARANEWS.co, Jakarta – Indonesia menetapkan target ambisius untuk mencapai produksi minyak 1 juta barel per hari dan produksi gas bumi hingga 12 miliar kaki kubik (BCF) pada 2030. Target itu bukan sekadar mimpi, melainkan sebuah sasaran realistis yang diharapkan mampu menjaga ketahanan energi nasional dan mengurangi ketergantungan pada impor.

Hanya saja, jalan menuju pencapaian tersebut bukan tanpa hambatan. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyampaikan pesan penting itu saat melantik Djoko Siswanto sebagai Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), pada 7 November 2024.

Djoko yang berpengalaman di sektor migas diharapkan mampu mendorong peningkatan lifting atau produksi migas Indonesia yang saat ini masih di kisaran 600.000 barel per hari. Kini, konsumsi minyak Indonesia mencapai sekitar 1,6 juta barel per hari (BOPD). Sedangkan, produksi minyak dalam negeri masih jauh di bawah angka tersebut.

Artinya, Indonesia masih harus mengimpor sekitar 1 juta BOPD untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Menurut Bahlil, tantangan besar ini menjadi pekerjaan rumah utama bagi Djoko Siswanto.

Indonesia memerlukan terobosan untuk meningkatkan lifting minyak yang sudah lama berada di bawah target. Tahun ini, misalnya, target lifting yang ditetapkan dalam APBN 2024 adalah 635.000 BOPD. Realisasinya hanya di 576.000 BOPD. Hal serupa terjadi pada produksi gas yang hanya mencapai 5.301 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD) dari target 5.785 MMSCFD.

Djoko Siswanto, yang baru saja dilantik, bukanlah sosok baru di sektor migas. Berpengalaman selama lebih dari tiga dekade, Djoko memiliki latar belakang yang kuat dalam eksplorasi dan produksi minyak serta gas bumi.

Ia memulai karirnya sebagai Petroleum Engineer di PT Sarana Putra Makmur pada 1990, dan sejak itu telah menempati berbagai posisi penting, termasuk sebagai Dirjen Migas Kementerian ESDM serta Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional.

Djoko yang merupakan lulusan Teknik Perminyakan Institut Teknologi Bandung (ITB) dan meraih gelar doktor di bidang yang sama, dipercaya membawa wawasan teknis yang mendalam serta jaringan yang luas dalam industri migas.

Dengan latar belakang dan pengalamannya, pemerintah berharap Djoko mampu menerobos berbagai hambatan dalam meningkatkan lifting migas nasional.

Langkah Terobosan

Untuk mencapai target produksi migas 1 juta BOPD dan 12 BCF gas, beberapa langkah terobosan perlu dilakukan. Pertama, optimalisasi sumur idle. Tercatat terdapat 16.990 sumur migas yang saat ini idle, dan 4.495 di antaranya memiliki kandungan hidrokarbon yang masih potensial. “Saya meminta Djoko untuk segera berkoordinasi dengan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) guna memaksimalkan potensi sumur-sumur ini,” ujarnya, ketika memberikan sambutan saat pelantikan.

Kedua, pengembangan struktur migas potensial. SKK Migas mencatat terdapat 301 struktur migas dengan potensi sebesar 1,8 miliar barel minyak (Bbo) dan 13,4 triliun kaki kubik (Tcf) gas yang belum dikembangkan. “Pemanfaatan struktur-struktur ini akan menjadi salah satu upaya utama dalam peningkatan lifting.”

Ketiga, implementasi Enhanced Oil Recovery (EOR) dan Waterflooding. SKK Migas telah mengidentifikasi 12 lapangan yang memiliki potensi besar untuk penerapan teknologi EOR dan waterflood. Langkah itu dapat menambah potensi lifting hingga 951 juta barel minyak (MMbo) yang bisa meningkatkan cadangan produksi.

Keempat, penuntasan proyek PoD (Plan of Development) yang Tertunda

Saat ini, terdapat 74 lapangan yang telah memiliki PoD. Tapi, belum  memasuki tahap produksi akibat berbagai kendala. Lapangan-lapangan itu menyimpan potensi produksi 153 juta barel minyak dan 5,3 Tcf gas yang belum termanfaatkan.

Kelima, mengaktifkan kembali lapangan dan sumur tidak aktif. SKK Migas mencatat adanya 203 lapangan tidak aktif dengan potensi produksi 122 juta barel minyak. Lapangan dan sumur ini dapat dimanfaatkan kembali dengan dukungan teknologi dan koordinasi yang lebih baik.

Dari sejumlah masalah di atas yang menghambat peningkatan produksi, kendala di lapangan berupa cuaca ekstrem dan hambatan alam juga menjadi kendala mendongkrak produksi.

Menurut Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas Hudi Suryodipuro, salah satu kendala besar dalam peningkatan lifting adalah faktor alam. Cuaca ekstrem dan banjir kerap menghambat aktivitas pengeboran dan perawatan sumur. Selain itu, beberapa proyek migas juga menghadapi delay on stream, atau keterlambatan dalam proses produksi.

“SKK Migas terus berkomitmen untuk mendukung mandat pemerintah dalam mencapai target lifting. Inventarisasi potensi dan kendala di lapangan terus dilakukan guna mempercepat berbagai proyek yang memiliki nilai strategis,” tutur Hudi.

Langkah-langkah terobosan ini tidak hanya bertujuan untuk mengejar target lifting yang ambisius, tetapi juga demi menjaga ketahanan energi nasional. Dengan mengurangi ketergantungan pada impor migas, Indonesia bisa lebih mandiri dalam memenuhi kebutuhan energi domestik.

Djoko Siswanto diharapkan mampu menjalankan perannya dengan efektif, memperkuat kolaborasi antara SKK Migas, KKKS, serta berbagai pihak terkait. Jika target 1 juta BOPD dan 12 BCF gas pada 2030 bisa tercapai, Indonesia tidak hanya akan memperkuat ketahanan energinya melainkan juga berpotensi meningkatkan penerimaan negara dari sektor migas.

Meski perjalanan ini tidak mudah, harapan besar tertumpu pada pimpinan baru SKK Migas untuk membawa perubahan nyata bagi masa depan energi Indonesia.

Penulis: Firman Hidranto

Sumber: Indonesia.go.id

 



Source link