Bangga dan Cintailah Budaya Sendiri Bukan Budaya Bangsa Asing
Catatan: Dr. Suriyanto Pd, SH.,MH.,M.Kn *)
Indonesia memang tidak pernah dijajah secara fisik oleh bangsa Arab, tetapi pengaruh mereka masuk melalui jalur agama. Budaya Arab, yang awalnya hadir sebagai pelengkap ajaran agama, perlahan diangkat seolah lebih suci dan lebih benar daripada budaya lokal. Lama-kelamaan, segala sesuatu yang berbau Arab, dari bahasa, pakaian, hingga gaya hidup, dianggap sebagai simbol kesalehan dan kedekatan dengan Tuhan.
Seiring waktu, banyak orang mulai percaya bahwa untuk menjadi Muslim yang taat, mereka harus meniru budaya Arab. Budaya Indonesia yang telah ada jauh sebelum pengaruh luar datang dianggap ketinggalan zaman, bahkan dicap sebagai sesuatu yang bertentangan dengan ajaran agama. Tradisi dan nilai-nilai lokal yang diwariskan turun-temurun mulai dikesampingkan, dianggap tidak relevan, bahkan dilabeli sebagai musyrik. Seolah-olah segala sesuatu yang bukan berasal dari budaya Arab tidak layak dipertahankan dalam kehidupan beragama.
Ironisnya, semakin seseorang menampilkan identitas yang lekat dengan budaya Arab, semakin ia dianggap religius. Namun, di tengah perubahan ini, kita sering lupa bahwa penjajahan tidak selalu datang dalam bentuk penaklukan fisik. Ada penjajahan yang lebih halus, mengubah pola pikir, menggeser nilai-nilai, hingga membuat kita merasa asing terhadap jati diri sendiri.
Lima puluh tahun dari sekarang, mungkin orang Arab akan datang ke Indonesia dan terperangah melihat betapa budaya mereka dihidupi dengan fanatisme yang bahkan tak mereka temukan di tanah kelahiran mereka sendiri. Mereka akan menyaksikan bagaimana bahasa mereka diucapkan dengan penuh kebanggaan, bagaimana pakaian mereka dikenakan sebagai simbol kesucian, dan bagaimana tradisi mereka dilestarikan dengan keyakinan yang membungkam segala keraguan. Ironisnya, di tanah Arab sendiri, jejak-jejak budaya itu telah memudar, ditinggalkan demi modernitas yang lebih fleksibel. Sementara itu, Indonesia sibuk merawat warisan yang bukan miliknya, menganggapnya sebagai identitas abadi. Inilah wajah penjajahan paling halus, penjajahan atas nama Tuhan, bukan dengan pedang, bukan dengan peluru, melainkan dengan keyakinan yang mengakar dalam pikiran.
Saatnya Bangsa besar ini bangkit mengenal dan memahami leluhurnya sendiri dari mulai era kerajaan Salaka Nagara, Kutai Karta negara, Mataram Kuno, Majapahit, Pajajaran, Sriwijaya dan masih banyak kerajaan lain yang memiliki sejarah dan budaya luhur dan mulia dari pada budaya asing.!
Merawat budaya sendiri daripada budaya bangsa asing penting untuk menjaga identitas bangsa dan mencegah kebudayaan lokal tergerus oleh globalisasi.
Merawat budaya leluhur penting untuk menjaga identitas dan nilai-nilai yang telah diwariskan, karena budaya asli mencerminkan sejarah, kearifan lokal, dan jati diri suatu bangsa.
Bangsa yang besar adalah yang menghormati dan melestarikan budaya leluhurnya, karena budaya adalah identitas dan akar yang memperkuat jati diri suatu bangsa
Negara dan Pemerintah wajib hadir dan bertanggung jawab terhadap seluruh era generasi untuk memahami sejarah Bangsa Indonesia terutama lewat pendidikan dari tingkat TK hingga perguruan Tinggi dan pada iklan layanan masyarakat di era digital yang saat ini sangat mudah untuk digunakan.
Kurikulum sejarah yang komprehensif dan penyampaian yang menarik dapat membangun kesadaran akan identitas nasional, nilai-nilai perjuangan, dan pelajaran dari masa lalu untuk masa depan.
*) Ketua Umum DPP Persatuan Wartawan Republik Indonesia