Waspadai Kondisi Geopolitik dan Geoekonomi Global
Presiden Prabowo Subianto mengatakan dunia sedang dilanda ketidakpastian sebagai akibat dari situasi dan kondisi geopolitik dan geoekonomi yang diwarnai oleh ketegangan, perang dan persaingan ketat antar negara-negara besar.
“Hal ini mengakibatkan ketidakpastian di bidang ekonomi, bahkan kecenderungan ada perlambatan dalam pertumbuhan ekonomi-ekonomi negara besar dan blok-blok ekonomi besar. Karena itu, kita patut waspada, tapi patut juga kita bersyukur bahwa kondisi bangsa dan negara kita hari ini berada dalam keadaan yang damai,” ungkap Prabowo dalam acara Penyerahan Secara Digital Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dan Buku Alokasi Transfer ke Daerah (TKD) Tahun Anggaran 2025 serta Peluncuran Katalog Elektronik Versi 6.0 di Istana Negara, Jakarta, Selasa (10/12).
Ia mencontohkan negara yang kerap dianggap lebih maju dan kaya justru malah dilanda ketidakstabilan, seperti adanya upaya darurat militer. Untuk itu ia mengingatkan Indonesia agar tetap waspada karena tidak menutup kemungkinan akan muncul kondisi yang lebih parah daripada kondisi saat ini.
Guna mengantisipasi hal-hal seperti itu, pemerintah dengan seksama menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 yang dapat bertahan dari berbagai guncangan dan tantangan yang ada.
“APBN kita tahun 2025 dirancang untuk menjaga stabilitas, inklusivitas, keberlanjutan, dengan kehati-hatian. Kita punya cita-cita yang tinggi tapi kita harus terus melakukan pengendalian ekonomi secara prudent, hati-hati dan terencana dengan baik,” tegasnya.
Menkeu: Sektor Pajak Tetap Diproyeksikan Jadi Penyumbang Terbesar APBN 2025
Merujuk pada dinamika global itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan APBN tahun 2025 tetap menargetkan pendapatan negara sebesar Rp3.005,1 triliun. Dari jumlah itu, Rp2.490,9 triliun diharapkan disumbang dari sektor perpajakan.
Sementara dari sisi belanja negara di APBN 2025 totalnya mencapai Rp3.621,3 triliun, dan defisit anggaran negara tahun depan dirancang pada level Rp616,2 triliun atau 2,53 persen dari produk domestik bruto (PDB).
“Belanja pemerintah pusat akan mendukung prioritas pembangunan, yaitu melakukan swasembada pangan, swasembada energi, pelaksanaan program makan siang gratis, pendidikan dan kesehatan serta pelaksanaan perlindungan sosial yang makin tepat sasaran,” jelasnya.
Belanja pemerintah di sektor pendidikan akan mencapai Rp724,3 triliun atau berarti alokasi tertinggi di dalam APBN 2025. Sementara untuk kesehatan dianggarkan Rp218,5 triliun, perlindungan sosial Rp503,2 triiun dan untuk ketahanan pangan Rp144,6 triliun.
“Program makan bergizi gratis (MBG) yang dialokasikan anggaran Rp71 triliun diharapkan akan dapat meningkatkan perekonomian di daerah, terutama di desa-desa, di dalam rangka untuk mensuplai kebutuhan program MBG. Dengan demikian program MBG disertai dengan dana desa yang sebesar Rp70 triliun akan bisa menggerakan desa dengan volume aktivitas dan juga volume uang yang meningkat,” tuturnya.
Program Pemerintah Dinilai Masih Belum Rinci
Ekonom di Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) Teuku Riefky mengatakan masih banyak program-program dari Presiden Prabowo Subianto yang belum diketahui detail implementasinya, termasuk program unggulan makan bergizi gratis (MBG). Tetapi menurutnya ada isu yang jauh lebih penting dan harus segera diselesaikan pemerintah, yaitu terus turunnya daya beli masyarakat akibat besarnya PHK dan kurangnya lapangan kerja.
“Ini belum terlalu tercermin dari program-program yang ada. Misalnya ketahanan pangan (MBG) yang tidak menyasar isu utama yaitu isu penciptaan lapangan kerja. Jadi saya rasa kita belum melihat ada strategi yang betul-betul jitu dari pemerintahan saat ini untuk bisa menggapai pertumbuhan ekonomi 8 persen. Jangankan menuju 8 persen, kita melihat lima persen ini semakin tipis pertumbuhannya lama-lama. Ini yang kita belum melihat kebijakan pemerintah yang betul-betul spesifik meng-address isu tersebut,” ungkap Riefky ketika berbincang dengan VOA.
Ekonom: Klaim Pemerintah Bahwa Ekonomi Baik, Tidak Sepenuhnya Benar
Klaim pemerintah bahwa kondisi perekonomian tanah air berada dalam kondisi yang baik juga tidak sepenuhnya benar. Ia menilai pertumbuhan ekonomi di kisaran lima persen ini cukup stagnan dan tidak cukup modal bagi Indonesia untuk bisa menjadi negara maju.
Neraca perdagangan yang surplus, katanya lebih didorong oleh penurunan impor, dan bukan karena kenaikan ekspor. kondisi ini menurutnya cukup berbahaya karena 90 persen impor Indonesia adalah bahan baku dan barang modal.
“Artinya kalau impor menurun, tidak lama kemudian kita akan melihat aktivitas produksi dalam negeri juga akan menurun. Jadi poin-poin tadi not necessary menggambarkan performa ekonomi kita yang membaik. Mungkin perlu hati-hati menyikapinya bahwa isu yang jelas terlihat adalah produktivitas menurun, penciptaan lapangan kerja tidak membaik, dan juga banyak masyarakat turun tingkat kesejahteraannya,” pungkasnya. [gi/em]