Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah – Nusantara news
Catatan Dr. Suriyanto Pd, SH,MH, M.Kn *)
Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah” atau yang disingkat menjadi Jasmerah. Semboyan yang diucapkan oleh Presiden Soekarno dalam pidatonya yang terakhir pada 17 Agustus 1966, dalam rangka peringatan Hari Ulang Tahun ke-21 Republik Indonesia, mengajak kita semua untuk jangan melupakan perjalan sejarah perjalanan bangsa ini, hingga meraih kemerdekaan, seperti yang kita nikmati sekarang ini.
Bangsa yang melupakan sejarahnya akan kehilangan identitas jati diri dan memori masa lalu. Hal ini akan mempersulit usaha mendesain masa depan.
Kita sebagai manusia yang memiliki akal dan pikiran sudah sepatutnya belajar dari berbagai hal yang telah terjadi, agar tidak mengulang kesalahan yang sama.
Dewasa ini, di berbagai media sosial, gencar propaganda yang dilakukan oknum Habib yang mencoba mengaburkan sejaran bangsa ini.
Indonesia, negeri yang kaya akan keberagaman budaya dan alamnya, memiliki jejak sejarah yang panjang dan penuh warna. Sebagai salah satu negara dengan jumlah pulau terbanyak di dunia, Indonesia telah menjadi tempat berkembangnya berbagai peradaban dan budaya sejak zaman prasejarah. Dari masa prasejarah hingga masa kini, jejak sejarah Indonesia mencerminkan perjalanan panjang bangsa ini dalam mencapai kedaulatan dan kemajuan.
Sejarah Bangsa Indonesia adalah Nusantara yang memiliki berbagai suku dan budaya asli Nusantara Indonesia tidak ada sedikitpun dari luar, hal dapat menjadi perhatian kita semua terutama generasi muda Indonesia jangan sampai terikis atau terpengaruh ajaran sesat para oknum – oknum yang mengaku turunan Nabi yang ingin menguasai Nusantara.
Mereka membuat kebohongan demi kebohongan yang akhirnya oleh masyarakat yang cerdas dan waras memberi julukan pada mereka sebagai oknum habib TUCRIT (tukang cerita).
Habib tucrit mencari uang dengan aneka cerita yang penuh kebohongan dan tidak masuk akal.
Mulai dari oknum habib yang menceritakan bahwa pulau Jawa Indonesia pintu masuknya aulia dari Tarim, Indonesia ini milik auliya dari Tarim Hadramaut Yaman. Padahal bangsa Indonesia telah merdeka dan tokoh proklamatornya adalah Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta, Ahmad Subardjo, Ibu Fatmawati, Sukarni, Sayuti Melik dan lain sebagainya. Tokoh tersebut pribumi asli Indonesia bukan dari Tarim.
Bangsa Nusantara, dikenal sebagai bangsa yang penuh toleransi. Toleransi yang mencakup seluruh hal, yaitu agama, ras, hingga suku. Contoh pertama adalah banyaknya gelombang migrasi dari daratan Tiongkok ke Nusantara.
Nusantara demikian yang selalu kita sebut dan banggakan sebagai cikal bakal Indonesia bersatu dalam bingkai NKRI yang didalam negeri tersebut bukan hanya penduduk asli yang dikatakan pribumi, tetapi banyak beragam bangsa lain yang menjadi Bangsa Indonesia dari era kerajaan Nusantara hingga era kemerdekaan.
Bangsa – bangsa tersebut seperti Bangsa Cina, Arab, India, dan lain sebagainya yang pada masa Nusantara banyak yang melakukan hubungan dagang dan menetap menjadi warga negara Indonesia yang hingga saat ini. Bangsa – Bangsa tersebut tetap mengakui tanah kelahiran nya di bumi Pertiwi Indonesia dan Bangsa – Bangsa ini sangat menghormati budaya dan adat istiadat Bangsa Pribumi asli Nusantara tanpa merusak Budaya dan tatanan adat istiadat serta Agama yang ada di Indonesia saat ini.
Sebagai contoh Wali Songo dalam menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa menggunakan pendekatan budaya dan adat istiadat. Salah satu kunci keberhasilan dakwah Walisongo adalah penggunaan pendekatan budaya lokal. Mereka menggunakan seni, seperti wayang, gamelan, dan tembang, untuk menyampaikan ajaran Islam. Misalnya, Sunan Kalijaga dikenal menggunakan wayang kulit sebagai media dakwah, menyisipkan nilai-nilai Islam dalam cerita yang disampaikan.
Warisan dakwah Walisongo masih dapat kita saksikan hingga hari ini dalam berbagai bentuk budaya, seperti seni, adat, dan tradisi. Banyak tradisi keagamaan di Jawa yang merupakan hasil akulturasi antara Islam dan budaya lokal yang diwariskan oleh Walisongo.
Penting bagi masyarakat Indonesia untuk memiliki nilai-nilai yang mengikat agar kesatuan bangsa tetap terjaga.Adat istiadat dan budaya warisan leluhur tetap terjaga dan lestari. Dan nilai-nilai yang mengikat tersebut tercermin dalam empat pilar kebangsaan sebagai dasar bernegara. Empat pilar tersebut antara lain, Pancasila sebagai dasar dan Ideologi Negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945 sebagai konstitusi Negara serta ketetapan MPR dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai bentuk Negara, dan pilar keempat yakni Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan negara.
Persatuan dan kesatuan bangsa masih tetap merupakan syarat mutlak bagi kehidupan nasional kita, masih tetap merupakan syarat mutlak bagi pertumbuhan serta pembangunan dalam bidang materiil atau idiil apapun.
Lihatlah ke belakang! Tidakkah pada masa yang lampau, yaitu sebelum kita merdeka maupun sesudah kita merdeka, fakta-fakta menunjukkan dengan jelas bahwa perpecahan hanyalah membawa kita pada keruntuhan semata?
Janganlah melihat ke masa depan dengan mata buta! Masa yang lampau adalah berguna sekali untuk menjadi kaca benggalanya daripada masa yang akan datang.
*) Ketua Umum DPP Persatuan Wartawan Republik Indonesia