Dinkes Denpasar gandeng dua LSM cegah penularan HIV AIDS
Dinas Kesehatan Kota Denpasar, Bali menggandeng dua Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) yakni Yayasan Gaya Dewata (YGD) dan Yayasan Spirit Paramacitta (YSP) untuk menekan angka penularan HIV/AIDS.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Kota Denpasar Nyoman Dana di Denpasar, Selasa, mengatakan kedua LSM tersebut mendapatkan sokongan dana melalui Swakelola Tipe III (ST III) untuk mempercepat pencapaian target penanggulangan HIV/AIDS dan Penyakit Infeksi Menular Seksual (PIMS).
Upaya penanggulangan mengacu pada strategi global melalui percepatan dengan target “95-95-95”, yaitu 95 persen ODHIV mengetahui status HIV, 95 persen ODHIV yang terinfeksi HIV tetap mendapatkan terapi ARV, dan 95 persen ODHIV yang mendapat terapi ARV mengalami supresi virus.
Dia berharap dengan pengelola Swakelola Tipe III yang sudah berjalan dan akan terus berjalan tahun 2025 bisa menjangkau masyarakat atau penderita terutama yang berstatus Lost to Follow-Up.
Dia mengatakan kasus HIV di Kota Denpasar per 14 November 2024 berjumlah 12.576 kasus. Dari jumlah tersebut, masih banyak pasien yang tidak mau melanjutkan pengobatan karena alasan salah satunya adanya stigma buruk, seperti merasa malu datang ke layanan kesehatan secara rutin.
Kondisi itu pun menyebabkan penderita bisa meninggal dunia.
Sementara itu, Asisten Koordinator KPA Kota Denpasar Ni Wayan Sriwiyanti menyatakan angka penularan HIV di Kota Denpasar mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Tujuan pengendalian HIV yakni Zero New HIV Infection atau nol kemunculan kasus baru HIV, Zero AIDS Related Death atau nol kasus kematian akibat virus HIV, dan Zero Discrimination atau nol tindakan diskriminasi terhadap penderita HIV/AIDS.
Pihaknya menargetkan tahun 2030 tidak ada penambahan kasus meskipun hal terjadi menjadi pekerjaan rumah yang tergolong besar bagi Dinas Kesehatan dan pemangku kepentingan lainnya.
Dia mengatakan HIV lebih dominan disumbang anak-anak usia produktif dimana 38 persen dari data keseluruhan penyintas HIV disumbang oleh dua kategori usia, yakni 20-29 tahun dan 30-39 tahun.
Dari data komulatif tahun 1987-2024 per September terdapat 6.217 orang positif HIV. Dari data tersebut, ada sekitar 5.000 orang yang masih rutin mengonsumsi obat sedangkan sisanya masuk kategori lost to Follow-Up.
“Itu yang kita perlu bantuan dari LSM untuk menjangkau itu. Kenapa dia sampai lost to follow-up. Tujuan kita menekan kematian akibat AIDS,” katanya.
Dari hasil penelusuran KPA Bali, ditemukan beberapa alasan berhenti mengonsumsi obat karena merasa bosan, akses mendapatkan obat terkendala transportasi, sikap pasrah diri dan beberapa merasa diri sudah sehat meskipun belum melakukan pengecekan di layanan kesehatan.
Sriwiyanti mengatakan tujuan lain dari upaya menggandeng LSM yakni untuk menjangkau populasi kunci HIV yang terdiri atas kelompok orang yang berisiko tinggi tertular HIV/AIDS, di antaranya wanita pekerja seks (WPS), lelaki seks dengan lelaki (LSL), transgender, dan pengguna napza suntik (penasun).
Selain itu, program pelatihan yang diberikan LSM kepada petugas medis di beberapa tempat juga menjadi kunci pengendalian HIV yakni menghilangkan stigma buruk terhadap populasi kunci HIV sehingga mereka tetap melanjutkan pengobatan dan tidak menularkan kepada orang lain.