Pertumbuhan Ekonomi Kuartal II Turun Jadi 5,05 Persen
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi pada kuartal- I 2024 mencapai 5,05 persen secara year on year (yoy). Pertumbuhan tersebut melambat jika dibandingkan dengan kuartal I 2024 yang menyentuh level 5,11 persen.
Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS, Mohamad Edy Mahmud, mengungkapkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia berdasarkan besaran produk domestik bruto (PDB) pada triwulan-II 2024 atas harga berlaku mencapai Rp5.536,5 triliun. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi atas dasar harga konstan mencapai Rp3.231 triliun.
Edy menuturkan, pertumbuhan ekonomi kali ini masih ditopang oleh aktivitas ekonomi domestik yang tetap kuat. Dengan begitu, perekonomian Indonesia tetap stabil di level 5,08 persen pada semester I 2024.
Aktivitas ekonomi domestik yang kuat tersebut, ujar Edy, terindikasikan antara lain oleh purchasing manager index (PMI) Bank Indonesia (BI) yang berada pada zona ekspansi yang mencapai 51,97 persen, kapasitas produksi terpakai di triwulan II yang mencapai 73,70 persen.
Selain itu, pergeseran musim panen, katanya, juga mendorong pertumbuhan produksi padi pada triwulan II 2024 sehingga mencapai 18,01 persen. Hal ini, imbu Edy, juga diperkuat dengan realisasi investasi dalam negeri dan asing yang tumbuh 22,47 persen.
“Daya beli masyarakat terjaga yang ditunjukkan antara lain oleh indeks penjualan ritel yang tumbuh 1,14 persen year on year dan penjualan domestik sepeda motor sebesar 4,21 persen year on year,” kata Edy.
“Mobilitas masyarakat juga meningkat, diindikasikan oleh peningkatan jumlah penumpang untuk seluruh moda transportasi, dengan peningkatan tertinggi terjadi pada pengangkutan laut dan angkutan rel sebesar 20,75 persen dan 16,24 persen secara year on year. Hal ini sejalan dengan perayaan berbagai hari besar keagamaan dan libur sekolah,” tambahnya,” lanjutnya.
Meskipun melambat, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai pertumbuhan ekonomi di kuartal II masih cukup baik dan harus selalu dijaga dan dipertahankan.
“Kita nanti di semester II akan terus melihat faktor-faktor untuk menjaga agar pertumbuhan ekonomi bisa tetap terjaga pada tingkat antara 5,1 persen, bahkan kalau bisa mencapai 5,2 persen,” tuturnya.
“Tentu ini tidak mudah pada saat perekonomian global sekarang ini justru mengalami pelemahan dan fragmentasi. Ini yang kami bersama Pak Menko perekonomian nanti dengan arahan Presiden Jokowi akan melakukan beberapa langkah kebijakan untuk 2024. Jadi ini masuk dalam APBN 2024,” ungkap Menkeu Sri.
Ekonom CORE Indonesia Hendri Saparini mengungkapkan perlambatan ekonomi di kuartal II tersebut disebabkan oleh beberapa hal.
Pertama, kata Hendri, hal ini disebabkan oleh faktor musiman, di mana pada kuartal sebelumnya terdapat Ramadan dan Lebaran. Sedangkan pada kuartal II, tidak ada faktor yang dapat secara signifikan mendorong perekonomian.
Kedua, karena konsumsi masyarakat — terutama dari kalangan menengah atas dan menengah bawah — yang cenderung melambat. Menurutnya, konsumsi masyarakat yang tumbuh tinggi pada saat ini hanya berasal dari kalangan masyarakat atas saja, sementara kalangan masyarakat bawah tetap stabil.
“Kelas menengah mengalami gelombang PHK, gelombang kenaikan harga dan sebagainya itu melandanya bukan ke kelompok 40 persen ke bawah, tetapi kelas menengah, mau menengah ke bawah atau menengah ke atas. Itu makanya spending mereka juga turun,” kata Hendri.
“Jadi kelas menengah itu mereka tidak ada penambahan spending, sementara ada tekanan dari sisi pajak juga, itu berbagai macam pajak yang ditekankan di sini. Jadi artinya ini hanya kelas atas sekarang ini (yang tumbuh konsumsinya). Pada kelas menengah yang tadinya (kontribusi konsumsi) 40 persen di tengah, dan 40 persen di paling bawah, jadi itu totalnya 65 persen-70 persen,” jelasnya.
“Sehingga untuk kuartal III dan IV kita khawatirkan akan ada tekanan lagi, dengan adanya nilai tukar yang akan bertahan di level Rp16.000, artinya harga-harga bahkan komoditas pangan itu harganya akan tinggi. Walaupun inflasinya dipotret tidak tinggi, tetapi inflasi pangan yang ada di kelompok bawah itu sangat tinggi,” tambahnya.
Hendri menambahkan bahwa ekspor dan investasi melambat seiring dengan perlambatan ekonomi global, termasuk di negara-negara tujuan ekspor Indonesia seperti China. Ia juga menyebutkan bahwa sulit bagi Indonesia untuk menemukan pasar baru karena sebagian besar produk ekspor Indonesia adalah barang-barang primer.
Lebih jauh, Hendri berpesan jika tidak ingin perlambatan ekonomi merembet ke kuartal III dan IV, pemerintah dianggap perlu menciptakan sumber atau driver ekonomi baru. Namun, ia menilai rasanya sulit untuk dilakukan dari sisi belanja pemerintah, mengingat pemerintahan sudah memasuki akhir masa jabatannya.
“Kemudian kalau kita melihat bagaimana investasi, saya rasa yang menarik adalah pilkada di November. Jadi tetap orang akan menunggu dulu, apakah investasinya itu akan investasi di tahun ini atau nanti sekalian saja di tahun depan. Kalau kita hitung sebenarnya investasi kita cukup tinggi, tetapi itu ada di hulu, hanya sektor tambang terutama, tetapi investasi di yang lain-lain itu hampir tidak ada gerakan yang cukup signifikan. Makanya kalau menurut kami kira-kira pertumbuhan itu akan menuju ke lima persen agak susah, mungkin antara 4,9-5 persen untuk tahun ini,” pungkasnya. [gi/ab]
Post Comment