Indonesia Desak Dewan Keamanan PBB Selidiki Pengeboman Sekolah di Gaza
Serangan udara yang dilancarkan Israel pada hari Sabtu (10/8) ke sekolah At-Tabiin di kawasan Daraj itu menewaskan lebih dari 100 orang dan melukai ratusan lainnya. Sebagian korban dievakuasi dalam kondisi tubuh tidak utuh lagi. Sebagian lainnya masih tertimbun di bawah puing-puing bangunan.
Para saksi mengatakan melihat sedikitnya tiga rudal yang menghantam kawasan sekolah yang menjadi satu dengan masjid dan dihuni oleh sekitar enam ribu pengungsi itu. Jet-jet tempur Israel menyerang saat pengungsi di tempat pengungsian itu sedang bersiap sholat Subuh.
Kementerian Luar Negeri Indonesia mengutuk keras serangan Israel itu dan mendesak Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk menyelidiki hal tersebut.
Indonesia menegaskan Israel harus bertanggung jawab atas semua kejahatan tersebut dan mendesak dihentikannya segala bentuk impunitas terhadap negara Yahudi itu.
Pengamat Timur Tengah di Universitas Indonesia Yon Machmudi menilai pengeboman Israel ke sekolah yang jelas-jelas diketahui sebagai tempat pengungsian itu merupakan tragedi yang sangat mengerikan.
“Ini kan lagi-lagi sebuah genosida yang ada di depan mata tetapi dunia tidak bisa melakukan apa-apa, seperti lumpuh mereka terhadap tindakan yang dilakukan oleh Israel. Padahal jelas tindakan yang dilakukan Israel itu benar-benar melanggar hukum internasional,” ujar Yon kepada VOA, Minggu (11/8).
Yon tidak habis pikir mengapa negara yang sudah jelas dinyatakan oleh Mahkamah Internasional (International Court of Justice/ICJ) melakukan pendudukan ilegal, masih terus dan bahkan semakin brutal melakukan genosida di Gaza. Menurutnya, diperlukan komitmen internasional dan negara-negara yang memiliki hubungan dekat dengan Israel, seperti Amerika Serikat (AS), untuk dapat bersuara lebih keras guna memberi tekanan terhadap Israel agar menghentikan perang di Gaza.
Dewan Keamanan PBB, kata Yon, harus segera bersidang dan memberi mandat kepada negara-negara besar untuk melaksanakan resolusi yang sudah dihasilkan, serta menindaklanjuti rekomendasi-rekomendasi yang telah dikeluarkan Mahkamah Internasional.
Diwawancarai secara terpisah Hasbi Aswar, pengajar hubungan internasional di Universitas Islam Indonesia mengatakan harus ada langkah yang lebih konkret dan tegas dari negara-negara Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), yang selama ini lebih memilih memberikan komitmen lisan.
“Di OKI itu kan ada (negara anggota) yang menormalisasi (hubungan) dengan Israel, seperti negara-negara Teluk. Terus ada Turki hyang selama ini menjalin hubungan dengan Israel, kemudian Mesir, Yordania. Ada juga negara-negara OKI yang lain yang bermusuhan dengan Israel,” tuturnya.
Dalam kondisi saat ini, OKI harus mengambil upaya-upaya diplomatik yang lebih kuat dalam menekan Israel untuk menghentikan agresi militernya di Gaza. Dia mencontohkan negara-negara Arab bisa melarang wilayahnya digunakan untuk lalu lintas barang dan jasa sebagai salah satu upaya menekan Israel.
Perang Israel-Hamas yang telah berlangsung sejak 7 Oktober tahun lalu sudah menewaskan sedikitnya 39.790 warga Palestina dan melukai 91.702 orang lainnya. Perang ini berawal dari serangan kelompok militan Hamas ke selatan Israel yang menewaskan 1.200 orang. Hamas juga menculik 250 orang lainnya, yang sebagian besar telah dibebaskan dalam perjanjian gencatan senjata pertama bulan November lalu. [fw/em]