Demonstrasi Merebak di Jakarta dan Kota Lain di Dunia, Tuntut Diakhirinya Genosida di Gaza
Dengan menggunakan pakaian serba putih dan atribut Palestina, ribuan orang melakukan aksi di depan Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta untuk mendesak segera dihentikannya pembantaian dan genosida yang dilakukan Israel terhadap warga Gaza. Kertas putih bertuliskan “Stop Genocida, Never Normalize With Israel” dan “Long Live The Resistance” diarak massa dalam demonstrasi itu.
Ketua pelaksana aksi, Muhammad Zaitun Rasmin, mengatakan aksi ini dilakukan untuk mengajak seluruh masyarakat Indonesia yang mempunyai hati nurani dan cita perdamaian untuk terus bergerak, minimal bersuara agar pembantaian yang dilakukan Israel segera dihentikan. Terlebih setelah pembunuhan pemimpin kelompok Hamas, Ismail Haniyeh, di Teheran, Iran, Selasa (30/7), ujarnya.
“Maka ini lonceng yang sangat berbahaya bagi dunia. Kalau dunia membiarkan terus zionis melakukan genosida, pembantaian kepada masyarkaat Gaza di Palestina dan para pemimpinnya maka tidak tertutup kemungkinan ini akan memicu perang dunia ketiga. Dan perang dunia ketiga bisa memusnahkan lebih banyak lagi manusia,”ujarnya.
Para demonstran juga meminta Pemerintah Indonesia untuk menjalankan konsensus yang dikeluarkan Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk bersama-sama negara-negara Islam dan yang peduli pada kemanusiaan, memprakarsai pengiriman bantuan militer ke Palestina.
Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Hidayat Nur Wahid yang juga hadir dalam aksi tersebut mengecam pembunuhan Kepala Biro Politik Hamas Ismail Haniyeh, yang merupakan tokoh yang sangat dipercaya oleh sejumlah negara seperti Qatar dan Mesir untuk bernegosiasi menghadirkan perdamian di Palestina.
“Kalau masyarakat dunia menghendaki perdamaian maka saatnyalah mereka dibukakan mata hatinya bahwa Israel ternyata dia yang tidak menghendaki perdamaian tersebut. Bukti nyatanya adalah bukan hanya mereka melakukan kejahatan di Gaza dan bahkan mereka membunuh tokoh sentral yang sangat dipercaya melakukan negosiasi,” tegas Hidayat Nur Wahid.
Ia mengatakan negara-negara yang melakukan normalisasi dengan Israel dengan alasan “demi perdamaian,” harus menyadari betul bahwa Israel yang sesungguhnya tidak menghendaki perdamaian dan terbentuknya negara Palestina dalam konteks solusi dua negara.
Paris, Baghdad dan Sanaa Juga Dilanda Demonstrasi
Demonstrasi serupa juga terjadi Paris, Prancis; Baghdad, Irak; dan Sanaa, Yaman.
Abdelali Mebarki, salah seorang demonstran di Paris, menuntut Komite Olimpiade Internasional IOC untuk melarang atlet-atlet Israel ikut bertarung, sebagaimana larangan yang dikeluarkan IOC terhadap atlet-atlet Rusia setelah negara beruang merah itu menyerang Ukraina.
“Menurut saya Israel tidak boleh terlibat dalam Olimpiade karena IOC sebelumnya juga sudah melarang Rusia ikut. Mengapa Israel boleh? Israel telah melakukan genosida terbesar di dunia. Ini jelas standar ganda. Ini tidak bisa kami terima. Mengapa semua orang menutup mata. Bahkan Prancis pun tidak mengatakan apapun. Jadi kami turun ke jalan untuk menunjukkan hal itu,” katanya.
Sementara warga Sanaa, Mohammad Al Qaeli, mengatakan ia ikut berdemonstrasi karena ingin memprotes perang Israel-Hamas yang sudah berlangsung selama 10 bulan, dan mendesak untuk menjadikan tanggal 3 Agustus sebagai hari khusus untuk mendukung Gaza.
PM Israel Bergeming
Meskipun demikian Israel tampak bergeming.
Berbicara dalam rapat kabinet pada Minggu (4/8), Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan “perang melawan terorisme akan berlanjut sepanjang waktu.” Ia bahkan memperingatkan Iran bahwa Israel “bersiap menghadapi skenario apapun, dalam hal pertahanan dan serangan.”
Pengamat: Kematian Haniyeh Berdampak Luas
Pengamat Hubungan Internasional di Universitas Diponegoro Mohamad Rosyidin mengatakan kematian Haniyeh di Teheran, sehari setelah ia menghadiri upacara pelantikan presiden baru Iran Masoud Pezeshkian, akan berdampak negatif terhadap prospek perdamaian di Timur Tengah karena secara terang-terangan menyeret Iran berkonfrontasi langsung dengan Israel.
“Ini justru akan menutup pintu bagi perdamaian, memperburuk keadaan di kawasan. Terlebih pihak-pihak lain terlibat sehingga konflik ini tidak hanya bereskalasi tapi multifront karena pertempuran tidak hanya di Gaza,” ujarnya.
Ketegangan semakin memuncak seiring terus berkecamuknya perang Israel-Hamas selama hampir 10 bulan di Gaza, dan pembunuhan dua tokoh senior kelompok militan Hamas dalam dua serangan terpisah di Lebanon dan Iran minggu lalu. Pembunuhan itu memicu ancaman pembalasan dari Iran dan sekutu-sekutunya, dan meningkatkan kekhawatiran meluasnya perang yang bahkan lebih menghancurkan di kawasan itu. [fw/em]
Post Comment